
Senja, adalah sebuah ruang penuh kirana emas yang selalu mampu menghentikan waktu,
menenggelamkan jiwa pada warnanya,
memutar kembali kan kisah yang telah usai terlampau waktu dan ketidaksadaran,
menusuk dinding terdalam jiwa dan menancapkan cahayanya tepat di seisi relung hati,
membuat sukma merasakan afeksi yang indah pada mahakarya-Nya selain rupa insan,
mengais pilu yang teredam jauh dipangkal hati terdangkal,
menggantinya dengan impresi rasa syukur pada Tuhan telah diberikan dua pasang mata yang mampu menikmati indahnya langit dihiasi semburat warna merah kejinggaan itu setiap harinya,
disetiap petang,
disetiap penghujung sore,
sebaik itu Tuhan berikan waktu dan kesempatan di tiap-tiap hari manusia agar mampu menyaksikan mahakarya-Nya yang sebegitu menakjubkan.
Aku kalut,
dibuat terombang-ambing,
karena begitu saja kumampu menaruh hati pada raut sang senja
namun tak jua hilang memori-memori pengundang lara dalam jiwa.
Senja itu pelakunya, sebenarnya.
pelaku akan ingatan-ingatan masa lalu yang entah bagaimana cara sampainya dapat dengan mudahnya diresonansi kembali pada tatap hampa yang kutujui pada semesta.
Sadis memang caranya,
disaat kau sangat ingin menikmati kerupawanan semesta namun lagi-lagi harus dihalau pikiran-pikiran atas masa lalu yang semestinya telah di bumi hanguskan
Namun aku mencoba bijaksana,
mana kala waktu memberiku kesempatan merekam bebas rupa semesta, meski dengan memori masa lalu yang tak kunjung musnah dari ingatan, aku apresiasikan saja masa lalu sebagai partikel kekuatan yang membuatku dan manusia lain bertahan hingga sampai titik ini.
masa lalu harus dijadikan pelajaran bukan?
penghujung desember 2018, Annisa Rizka
Komentar
Posting Komentar