Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

aku ingin

- Detik ini, ingin kutitipkan sore pada semesta itu agar kirana nya mampu menyapamu karena aku tau aku tidak akan mampu benar, si bodoh ini berjiwa rikuh dan merayu tak pernah jadi keahlianku menyapamu terasa seperti selongsongi diri, meski benar aku sadari, banyak kisah yang sebenarnya ingin aku bagi karena aku selalu ingin mendengarkanmu berbicara, aku selalu ingin menjadi arah matamu memandang kala kau berkata namun sepertinya eksistensiku terlalu rapuh untuk jamah atensimu dan sapaanku akan segera berlalu, karena itu tak pernah ada arti dimatamu andai kau tau, lengkung indah bibirmu selalu membuatku rindu. ini untukmu, dari aku yang tak pernah kau duga.

kala di sekolah,

Potretan lengkung indah senyum adik-adik ini,   selalu berhasil menciptakan kerinduan bagi saya untuk selalu mengingat lagi masa-masa di sekolah hampir sedasawarsa yang lalu. belum disapa beban pikiran,  belum dituntut segala tanggungan,  dan belum ditautkan banyak harapan. masa dimana tidak sedikitpun pernah merasa  'belum cukup berhasil',  karena kala itu harta paling berharga yang saya miliki adalah canda tawa dan kesenangan sederhana dengan teman sebaya. namun kini,  diusia saat ini  malah sedang repot-repot urusin perkara dunia  

saya nulis lagu, tapi bingung judulnya apa

  di antara luasnya  bentala yang tua,  ia berjalan tertatih mengejar  genggaman dunia  ini:  lagu yang saya buat menunggu pagi sejak pagi,  mengejar malam hingga malam kembali,  tak ada rentang waktu ‘tuk pulang,  tak ingin kehilangan peluang  di atas megah semesta  ia terbangkan dirinya,  arogansi yang mengangkasa  layaknya ia punya kuasa dunia  ia bentangkan sayap yang terbangkan ia  ke seluruh penjuru dunia,  tak jua reda haus dipanggil sempurna  namun buat apa, karena sejatinya ia hanya manusia yang punya seribu cela meski tertutup rupa penuh tipu daya, semesta punya mata ia tak lebih dari niskala  akan dihempas kemana raga yang tak jua henti, di tekan ambisi frustasi, hampir mati tak mau tersisih, ingin menangkan semua masalah dunia tak akan bisa,  

kembali untuk pulang

— ini, salah satu potretan sederhana yang saya ambil Agustus di tahun 2019 lalu.    Entah kenapa di saat memasuki waktu-waktu sibuk kuliah seperti ini saya selalu saja membuka folder-folder hasil potretan saya untuk berjalan kembali dan mengenang kisah-kisah dibaliknya.   selalu, dan tidak akan pernah gagal menciptakan impresi yang luar biasa menyenangkan hanya dengan mengingat hari-hari yang saya lalui di kampung halaman.    Bukan ingin lari dari kenyataan, namun keadaan memaksa saya untuk tidak pernah sabar bertemu lagi dengan waktu luang kala berlibur.    Lucu ya, hanya dengan melihat potretan-potretan biasa ini saya jadi memahat rindu lagi untuk kembali,   kembali pada arah yang selalu saya tuju saat rindu sudah terpatri. kembali lagi pada rumah yang selalu membawa saya 'pulang'.   semoga semesta mengizinkan saya bertemu tatap lagi dengan langitnya disana, gak tau sih kapan, secepatnya.  

bebas,

  — ibu pernah bilang, dewasa nanti harus jadi manusia bebas.  Yang dengan kebebasannya bisa melakukan hal-hal yang dicintai,  namun juga bisa mencintai hal-hal yang harus dilakukan   

perihal menjadi seorang pemimpin

Kalau kembali mengingat lagi alasan dibalik potretan-potretan ini, saya rasa saya sendiri hampir tidak percaya dari sini saya punya keluarga baru yang bisa sepenuhnya percaya kepada saya. Dulu saya sering kali merasa tidak yakin dengan diri sendiri, dik. Sama seperti yang kini kalian rasakan. Tidak jarang juga saya kalah dengan ketakutan, kalah dengan pemikiran bahwa saya tidak akan pernah mampu menjadi apa-apa. Saya tidak akan pernah bisa menjadi yang sebijak-bijaknya. Seringkali, saya dihadapkan dengan perasaan buruk ke diri sendiri. Saya selalu bertanya kepada diri,  'apa saya cukup pantas dengan segala keterbatasan wawasan dan pengalaman saya sejauh ini?' Tapi, dik. Kepantasan itu lahir dari kerendahan hati untuk mau selalu belajar, untuk mau selalu menjadi lebih baik. Kita tidak akan pernah sampai ke anak tangga tertinggi tanpa melewati anak tangga di bawahnya.  Saya masih belajar, berteman baik dengan kegagalan dan kesalahan. Setelah itu harus selalu introspeksi, melihat...

yang terpinggir

Mengambil potretan jadi satu cara terbaik untuk berdialog dengan orang-orang di pinggir jalan.  Sejak dulu, ini jadi cara saya mengapresiasi kehadiran mereka yang terpinggir, yang kadang terlupa, yang kadang tak terjamah atensi manusia ditengah jalan yang berlalu lalang dengan segala kepunyaan dan ketidakpuasan, mereka yang terpinggir, yang kadang dicela peminta, yang puluh kali diacuhkan, yang dianggap penggangu estetika jalanan, padahal mereka adalah yang selalu mengingatkan manusia lainnya bahwa tak ada salahnya mencoba bersyukur karena mungkin kita jauh lebih beruntung Jakarta, 12 Agustus 2020