Langsung ke konten utama

perihal menjadi seorang pemimpin

dinsta

Kalau kembali mengingat lagi alasan dibalik potretan-potretan ini, saya rasa saya sendiri hampir tidak percaya dari sini saya punya keluarga baru yang bisa sepenuhnya percaya kepada saya.

Dulu saya sering kali merasa tidak yakin dengan diri sendiri, dik. Sama seperti yang kini kalian rasakan.

Tidak jarang juga saya kalah dengan ketakutan, kalah dengan pemikiran bahwa saya tidak akan pernah mampu menjadi apa-apa. Saya tidak akan pernah bisa menjadi yang sebijak-bijaknya.

Seringkali, saya dihadapkan dengan perasaan buruk ke diri sendiri. Saya selalu bertanya kepada diri, 

'apa saya cukup pantas dengan segala keterbatasan wawasan dan pengalaman saya sejauh ini?'

Tapi, dik. Kepantasan itu lahir dari kerendahan hati untuk mau selalu belajar, untuk mau selalu menjadi lebih baik. Kita tidak akan pernah sampai ke anak tangga tertinggi tanpa melewati anak tangga di bawahnya. 

Saya masih belajar, berteman baik dengan kegagalan dan kesalahan. Setelah itu harus selalu introspeksi, melihat apa yang harus dibenahi. Buat batasan diri, agar saya tidak mudah terbawa dan tahu apa yang harus saya putuskan. 

Nanti sedikit-sedikit pasti pernah salah, namun tidak apa dik selama kita mau terus belajar dan berusaha. Asalkan dalam prosesnya, kita berani membuka pemikiran dan melihat segala sudut pandang. Jangan jadi seseorang yang mudah menilai sesuatu tanpa tahu bagaimana fakta dan kejelasannya ya? Jika akhirnya kamu bisa menilai mana yang baik dan buruk, segeralah buat keputusan sebijaksana mungkin. 

Penekanan akan selalu ada dik, itu bagian dari prosesnya. Tapi tetaplah selantang mungkin teriakan keputusanmu secara bijaksana hingga tidak ada satupun yang bisa mengambilnya. Jadilah penengah di antara dua hal yang berbeda. Di antara dua pandangan akan dunia yang mungkin sulit disatukan. Jadilah air di antara api dan minyak yang bisa habis membakar apa yang terjamah olehnya. 

Yang terpenting selalu ingat dimana rumahmu yang akan selalu membawamu pulang.

Belajar. Itu nafas utama untuk kita bisa berjalan terus menuju lapangan pendewasaan. Gagal, itu teman setia kita. Hiduplah dengannya dan belajarlah darinya
🌻🧡

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jeda

Ada beberapa orang yang melakukan perjalanan untuk merasa lebih dekat dengan tujuan pulang. Aku suka duduk diam, menikmati perjalanan pulang ke rumah—meski hanya sebentar, meski tak perlu tinggal lama. Kadang, jarak justru membuat segalanya terasa lebih hangat. Ada hal-hal yang terasa lebih berarti saat kita tak selalu berada di dekatnya. Seperti rumah, yang kehadirannya selalu terasa lebih dalam saat aku datang sebagai tamu. Seperti orang-orang yang kusayangi, yang rasanya lebih istimewa ketika aku merindu dari jauh. Jadi, aku biarkan perjalanan ini menjadi jeda kecil. Untuk pulang, untuk mengingat, lalu pergi lagi. Karena tak semua yang kita cintai harus selalu kita genggam erat. Terkadang, justru dari kejauhan, kita bisa melihat betapa berharganya mereka.

Reo

Kamu belum tahu, Berapa kali aku jatuh hati pada tatapan dari manik hitam yang melabuhkan semua lelah seperti sorot matamu kala melihatku Atau setiap kamu membaca tulisan-tulisan itu yang entah mengapa terkalahkan oleh teduhnya suaramu Kamu belum tahu, Berapa kali langkahku terasa hangat setiap aku tahu bahwa kakimu berjalan disampingnya menawari rasa bahwa saat didekatmu, aku tau aku aman. Kamu belum tahu, Bagaimana aku jatuh hati dengan tingkah lucumu saat salah memainkan akor gitar itu, bodoh. tapi aku suka. selalu. Kamu juga belum tahu, saat aku melihatmu memilih bunga-bunga itu dari kejauhan, lagi-lagi aku jatuh. luruh, pada hati yang kau punya.   Kamu belum tahu, ada jatuh yang entah keberapa kali aku rasakan tiapkali ada disampingmu Namun kini kamu tahu, bahwa sesederhana itu   Aku jatuh padamu  

Jangan Sakit.

Ibu, ayah. Kalau saja kakak bisa kasih Ibu dan Ayah seribu usia, rasaya tidak akan ada beban untuk memberikannya. Kakak akan benar-benar serendah hati itu memberikannya. Kalau saja kakak bisa menghapus lelah Ayah yang sejak dulu selalu membebani pundak Ayah, Kakak akan benar-benar menghapusnya sampai tak ada satupun lelah yang tertinggal, yah. Kalau saja kakak bisa menghapus kekecewaan Ibu yang seringkali tertanam dalam hati Ibu, Kakak akan benar-benar menghapusnya sampai tak akan pernah ada tangis dan pilu, Bu. Selama ini saya lelah, Bu, Yah. Bekerja, mencari arti diri. Berteman dengan banyak manusia-manusia dengan kepribadian yang berbeda agar kakak tahu harus jadi manusia yang seperti apa. Lelah, Bu, Yah. Tapi saya hanya ingin belajar mengenal dunia lebih baik lagi agar nanti bisa saya ceritakan ke adik-adik, Bu, Yah. Saya sungguh lelah, Bu, Yah. Tapi kakak hanya ingin belajar menjadi kuat seperti Ayah, belajar menjadi pemurah seperti Ibu, terlebih belajar menjadi diri kakak sendiri...